Minggu, 08 Maret 2015

Bumi Pertiwi, masih amankah untuk dihuni?

Semakin bertambahnya tahun, semakin bertambah pula jumlah penduduk di negara kita. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, pasti berpengaruh terhadap kondisi suatu wilayah. Kondisi yang bagaimana??


Seperti yang telah kita tahu, bahwa saat ini sedang marak tentang salah satu tindak kriminal yang baru, yaitu "Begal". Sebenarnya, tindak kriminal tersebut sudah ada sejak lama, namun baru kali ini menjadi trending topic di bumi pertiwi.

Sebenarnya, apa motif dibalik begal? Mengacu pada prolog saya diatas, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan--dengan kata lain faktor ekonomi--untuk bertahan hidup di keramaian kota. Semakin banyak penduduk, maka semakin sulit untuk bertahan hidup. Orang-orang butuh uang, butuh tempat tinggal, butuh makan, butuh pakaian, dan lain-lain.

Biasanya, orang mencari uang dengan jalan yang konvensional (umum)--dengan bekerja, berdagang, dan hal-hal lain yang mampu menghasilkan uang. Namun, apakah semua orang mampu melakukan hal tersebut? Sering kita dengar bahwa "Kalau mau berusaha, pasti bisa". Tapi, kebanyakan lebih memilih jalan instan bukan? Mereka berpikir bahwa usaha itu sama dengan makan waktu lama. Jadi, mereka lebih memilih untuk melakukan hal-hal yang tidak umum, dan menghasilkan uang--setidaknya lebih cepat dari "Berusaha"--untuk menyelesaikan masalah ekonomi.

Dengan maraknya begal di ibukota negara, masyarakat yang tinggal disana menjadi lebih waspada terhadap lingkungan, terutama ketika mereka berada di luar rumah. Namun, bagi orang-orang yang tidak tinggal disana, menganggap bahwa sekarang, ibukota negara menjadi kota yang paling tidak aman, karena kejadian begal tersebut.

"Karena nila setitik, rusak susu sebelanga", peribahasa itulah yang sekarang cocok untuk menggambarkan keadaan di negeri gemah ripah loh jinawi. Hanya karena satu tindak kriminal, orang-orang menjadi khawatir dengan keadaan di kota, walaupun kejadian tersebut tidak terjadi di daerahnya.



Jadi, apakah kita akan terus mendekam di dalam rumah, sementara keadaan di luar rumah porak-poranda??





Mohon maaf atas segala kesalahan pada artikel saya diatas.

Jumat, 06 Maret 2015

Ketika Penegak Hukum pun berkonflik

Mungkin kali ini artikel yang akan saya tulis agak basi, namun hal ini sangat penting bagi negara ini. Yaitu konflik diantara kedua penegak hukum, atau biasa kita dengar dengan judul "Cicak Vs. Buaya".


Mungkin hal ini sepele, namun justru hal inilah yang menjadi tolok ukur sejauh mana hukum telah ditegakkan di Indonesia. Apa jadinya jika kedua lembaga besar (saya tidak mau menyebutnya, karena anda tahu sendiri)--yang seharusnya bersinergi menegakkan hukum--malah saling menyerang, karena suatu kejadian kecil (anda sudah tahu sendiri)?


Hal ini tidak hanya terjadi sekali ini saja, tapi sudah terjadi 3 kali. Itu membuktikan bahwa kedua lembaga tersebut belum bisa bersinergi untuk bisa menegakkan hukum di Indonesia. Bila hal seperti itu terjadi di kemudian hari, apa jadinya hukum di Indonesia? Jangankan Presiden, rakyat saja resah bila kedua pihak tersebut masih bermasalah, sedangkan diluar sana hukum perlu ditegakkan.


Jadi, saya tegaskan sekali lagi bahwa yang namanya lembaga penegak hukum harus bisa saling bekerjasama dalam usaha penegakkan hukum, bukannya malah saling menyerang.


Mohon maaf atas segala kesalahan saya dalam artikel diatas.